1. Faktor penyebab anak berperilaku
agresif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Amerika Serikat (dalam Masykouri, 2005: 12.7) sekitar 5-10% anak usia sekolah
menunjukan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak
menampilkan perilaku agresif, dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian,
perbandingannya 5 berbanding 1, artinya jumlah anak laki-laki yang melakukan
perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.
Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut:
Lebih lanjut Masykouri menejelaskan, penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh empat faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya negatif. Faktor-faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.
Keempat faktor penyebab anak berperilaku agresif adalah sebagai berikut:
A.
Faktor Biologis
Emosi
dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologist atau faktor
biokimia, juga kombinasi dari faktor ketiganya. yang jelas, ada hubungan antara
tubuh dan perilaku, sehingga sangat beralasan untuk mencari penyebab biologis
dari gangguan perilaku atau emosional. misalnya, ketergantungan ibu pada
alcohol ketika janin masih dalam kandungan dapat menyebAnak berkebutuhan
khususan berbagai gangguan termasuk emosi dan perilaku. Ayah yang peminum
alkohol menurut penelitaian juga beresiko tinggi menimbulkan perilaku agresif
pada anak. Perilaku agresif dapat juga muncul pada anak yang orang tuanya
penderita psikopat (gangguan kejiwaan).
Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.
Semua anak sebenarnya lahir dengan keadaan biologis tertentu yang menentukan gaya tingkah laku atau temperamennya, meskipun temperamen dapat berubah sesuai pengasuhan. Selain itu, penyakit kurang gizi, bahkan cedera otak, dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi atau tingkah laku.
B.
Faktor Keluarga
Faktor
keluarga yang dapat menyebAnak berkebutuhan khususan perilaku agresif dapat
diidentifikasikan seperti berikut.
1.
Pola
asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisiten. Misalnya orang
tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan hal yang menyimpang.
Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak hukuman tersebut
kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar
yang jelas. hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakonsistenan
penerapan disiplin jika juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara
kedua orang tua, misalnya si Ibu kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku
anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
2.
Sikap
permisif orang tua, yang biasanya berawal dari sikap orang tua yang merasa
tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya, sehingga
cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat
perilaku agresif cenderung menetap.
3.
Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu
orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau
tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk
berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini
muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi
keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
4.
Gagal
memberikan hukuman yang tepat, sehingga hukuman justru menimbulkan sikap
permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan sikap perilaku agresif anak.
5.
Memberi
hadiah pada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
6.
Kurang
memonitor dimana anak-anak berada
7.
Kurang
memberikan aturan
8.
Tingkat
komunikasi verbal yang rendah
9.
Gagal
menjadi model yang
10. Ibu
yang depresif yang mudah marah
C.
Faktor Sekolah
Beberapa anak dapat mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah, sedangkan beberapa anak yang lainnya tampak mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Faktor sekolah yang berpengaruh antara lain:
1.
Pengalaman
bersekolah dan lingkungannya memiliki peranan penting dalam pembentukan
perilaku agresif anak demikian juga temperamen teman sebaya dan kompetensi
social
2.
Guru-guru
di sekolah sangat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku itu.
Perilaku agresifitas guru dapat dijadikan model oleh anak.
3.
Disiplin
sekolah yang sangat kaku atau sangat longgar di lingkungan sekolah akan sangat
membingungkan anak yang masih membutuhkan panduan untuk berperilaku. Lingkungan
sekolah dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memperhatikan dirinya.
Bentuk pehatian itu dapat berupa hukuman, kritikan ataupun sanjungan.
D.
Faktor Budaya
Pengaruh budaya yang negatif mempengaruhi pikiran melalui penayangan kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi dan film. Menurut Bandura (dalam Masykouri, 2005: 12.10) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, sebagai berikut.
1.
Mengajari
anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi
dengan perilaku agresif.
2.
Anda
menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan
perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
3.
Menjadi
tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati
dan kepekaan sosial).
4.
Membentuk
citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat
yang tidak aman untuk hidup.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Akibat sering nonton salah satu kartun, dan film robot di beberapa stasiun TV, anak cenderung meniru tokoh tersebut dan selain itu juga meniru perilaku saudara sepupu teman sepermainannya. Terkadang orang tua melarang putra – putrinya untuk menonton film – film kartun dan film robot tersebut tentunya dengan memberikan penjelasan, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Selain itu, faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. Biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai anak yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauanya selalu diikuti oleh temannya yang lain. Faktor-faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif di atas sangat kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Cara
menangani anak yang agresif
A. Memberi Hukuman yang Efektif
Kepada Anak
Pertama, Memberi pelajaran kepada anak agar dapat
berperilaku baik tidak perlu dengan cara kekerasan, dengan pukulan. Memukul adalah
bukan cara yang baik untuk menghentikan perilaku buruk anak. Justru boleh jadi
hanya akan membuat anak merasa bingung, kecewa dan terluka bathinnya. Ia tidak
akan percaya bahwa orang yang selama ini dianggap sebagai tempatnya berlindung
dan mendapatkan kasih sayang ternyata berbuat kasar terhadapnya.
Kedua, Pukulan yang dilakukan
orangtua dapat menghentikan perilaku buruk anak. Tetapi boleh jadi hanya untuk
sementara, pada saat itu saja. Anak akan taat kepada orangtua karena perasaan
takut dipukul, bukan karena ia memahami permasalahan yang sebenarnya terjadi.
Sedangkan untuk jangka panjang mungkin saja anak akan mengulangi lagi perbuatan
buruknya, bahhkan boleh jadi lebih buruk dari sebelumnya. Ia akan melakukan
pembalasan terhadap orangtuanya dengan cara melakukan tindakan yang dapat
membuat orang tua merasa pusing, jengkel, malu dan terganggu aktivitasnya.
Ketiga, Ada banyak alternatif hukuman fisik yang
lebih efektif daripada pukulan. Di antaranya, memperingatkan dengan
kata-kata, menyingkirkan mainan kesukaannya, membatasi penggunaan televisi,
komputer, sepeda, atau aktivitas menarik lainnya. Selain itu, bawa dia ke
tempat ‘menenangkan diri’ yang berbeda dari kamar tidurnya; bisa di pojok
ruangan, kursi khusus, atau dengan cara menidurkannya lebih awal (Deborah K.
Parker M.Ed, 2005).
Kita pastinya tidak ingin bermasalah
dengan orang lain di tempat umum hanya gara-gara anak kita. Ada beberapa cara untuk menghadapi anak yang suka agresif di depan umum.
1. Perlu adanya pengertian dan kesabaran
orangtua.
2. Tidak perlu dengan cara kekerasan fisik.
Tenangkanlah anak dengan pelukan. Tanyakan kepadanya apa yang ia inginkan dan
pastikan kepadanya bahwa orangtua akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Apabila orangtua memiliki acara untuk pergi
ke luar rumah sebelum berangkat orangtua membuat perjanjian dulu dengannya. Hal
ini perlu dilakukan supaya anak mengerti dan dapat menjaga sikap ketika ia
sedang berada di depan umum. Bicarakanlah konsekuensinya apabila anak melanggar
janji. Namun, jika anak mampu menjaga sikapnya dengan baik di depan umum maka
tidak ada salahnya orangtua memberikan pujian, pelukan, ciuman, atau mungkin
memberikan hadiah kecil yang ia sukai .
4. Jika agresifitas itu ke hal yang positif, cara mengatasinya, biarkan saja
si anak melakukan apa yang di inginkannya tapi perlu pengarahan, pengawasan dan
jangan terlalu banyak melarang kemauannya yang positif, takutnya justru
“membunuh” kreatifitas dan daya imajinasinya karena anak seusia ini lagi dalam
proses penjajakan lingkungan, penyesuain diri, mungkin bisa di bilang masa
“puber” anak balita”, yang bisa kita lakukan hanya meminimalkan efeknya.
5. Bertingkah agresif yang mengarah ke
kreativitas anak boleh saja (tidak terhitung barang – barang di rumah yang
rusak oleh anak-anak), tapi memukul, menyakiti orang lain dan bersikap tidak
sopan adalah lain soal. Juga, kalau merusaknya karena mereka curious, karena
rasa keingintahuannya tidak masalah. Misalnya karena anak ingin mengetahui apa
jadinya kalau es lilin dimasukkan ke dalam gelas yang berisi teh? Tapi kalau
sengaja membanting gelas karena marah atau karena kemauannya tidak dituruti,
itu berarti ada masalah besar dengan si anak.
6. Larangan bermain bersama. Anak yang sudah
terlihat gejala agresif mereka kita kelompokkan tersendiri.
7. Untuk memperbaiki perilaku agresif bukannya dicampur dengan anak yang kalem, apalagi kalau
anak kalem itu lebih introvert, dengan harapan yang agresif akan jadi
kalem. Barangkali tidak begitu, justru akan menyebAnak berkebutuhan khususan
rasa tidak aman bagi perkembangannya.
Mengacu
pada tindakan-tindakan di atas, penanganan anak dengan perilaku agresif harus
diperhatikan juga penanganan atas anak yang menjadi korban perilaku tersebut.
Tidak jarang, ada sekelompok anak yang selalu menjadi korban dari para jagoan,
karena ketidakmampuannya untuk mempertahankan atau membela diri dari perilaku agresifteman yang lain.
Penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh,
artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan
sekitarnya.
Berdasarkan uraian pembahasan cara penanganan terhadap
anak berperilaku agresif di atas dapat disimpulkan bahwa
penanganan terhadap anak yang berperilaku agresif harus dilaksanakan secara menyeluruh,
artinya semua pihak harus terlibat, termasuk orang tua, guru dan lingkungan
sekitarnya. Beberapa alternatfi penanganan terhadap anak berperilaku aresif dengan memberi hukuman yang efektif kepada anak dan perlu adanya
pengertian dan kesabaran orangtua.
DAFTAR
PUSTAKA
Haryanto,
2010. Tips Menangani Anak Agresif [online]. Tersedia : http://belajarpsikologi.com/tips-menangani-anak-agresif/ [1 July 2014]
, 2010 . Faktor Penyebab Anak Berperilaku Agresif
[online]. Tersedia : http://rijalakbarhasyim.blogspot.com/2010/08/friend-connect-javascript-library.html [1 july 2014].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar